
Mahkamah Agung Menangkan Yusuf, Sengketa Lahan di Desa Dawi-Dawi Konawe Resmi Berakhir
SUARASULTRA.COM | KONAWE – Perkara sengketa lahan di Desa Dawi-Dawi, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, akhirnya tuntas.
Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak tergugat, SA, dan menyatakan Yusuf sebagai pemilik sah tanah sengketa tersebut.
Putusan tersebut tertuang dalam Nomor 3553 K/Pdt/2025, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M. Dengan keputusan ini, maka seluruh proses hukum dari tingkat pertama hingga kasasi berakhir dengan kemenangan di pihak penggugat, Yusuf.
Dalam perkara ini, Yusuf menunjuk Adv. Marwan, S.H. dan Sardin, S.H. sebagai kuasa hukumnya.
Adv. Marwan menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika pihaknya mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Unaaha dengan Nomor Perkara 11/Pdt.G/2024/PN.Unh, melawan SA selaku tergugat.
Di tingkat pertama, hakim PN Unaaha mengabulkan seluruh gugatan penggugat.
Tidak terima dengan putusan tersebut, pihak SA kemudian menempuh upaya hukum banding dengan Nomor Perkara 7/Pdt/2025/PT.KDI. Namun, Pengadilan Tinggi Kendari kembali menguatkan putusan PN Unaaha.
Selanjutnya, SA mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun hasilnya tetap sama: permohonan kasasi ditolak dan kemenangan tetap di pihak Yusuf.
“Penggugat merupakan salah satu ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Ahli Waris Nomor: 140/48/2024 yang dikeluarkan oleh Lurah Puuduria, Kecamatan Wonggeduku, atas nama almarhum Saharuddin, yang meninggal dunia pada 17 Februari 2020,”
jelas Adv. Marwan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/10/2025).
Lebih lanjut, Marwan menerangkan bahwa orang tua penggugat, almarhum Saharuddin, memiliki sebidang tanah seluas ±1 hektar di Desa Dawi-Dawi yang diperoleh dari Matius Paku berdasarkan Surat Keterangan Jual Beli Tanah Persawahan Nomor 31/02/24/DD/2001 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Dawi-Dawi.
Tanah tersebut awalnya merupakan milik keluarga Bungguosu atas nama Medooko, yang kemudian dijual kepada Sarifuddin, lalu kepada Matius Paku, dan akhirnya dibeli oleh Saharuddin (orang tua penggugat) dengan sepengetahuan keluarga penjual sebelumnya.
Sejak pembelian pada tahun 2001, Saharuddin secara rutin mengolah lahan tersebut untuk menanam padi hingga tahun 2020 tanpa ada pihak lain yang menggugat atau mengklaim kepemilikan.
Namun, pasca wafatnya Saharuddin pada tahun 2020, tanah tersebut diolah oleh adik penggugat, Hasran. Saat itulah muncul persoalan baru: tergugat SA tiba-tiba merusak tanaman padi milik Hasran dengan menggunakan traktor dan kemudian mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya.
Peristiwa itu dilaporkan ke Polsek Wonggeduku dengan Nomor Laporan STTLP/18/IV/2024/Sek. Wonggeduku.
Meski sudah berulang kali diingatkan secara baik-baik agar mengembalikan lahan tersebut, SA tetap bersikeras mempertahankan klaimnya.
“Klien kami sudah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan melalui pemerintah desa, tapi selalu ditolak oleh pihak tergugat,”
ungkap Adv. Marwan.
Akibat sengketa tersebut, Yusuf mengalami kerugian materiil maupun immateriil karena kehilangan hasil panen dan tidak bisa lagi memanfaatkan lahan sejak tahun 2022.
Kini, setelah putusan Mahkamah Agung keluar, kedudukan hukum Yusuf sebagai pemilik sah tanah tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Insya Allah dalam waktu dekat kami akan mengajukan permohonan eksekusi agar hak klien kami benar-benar kembali,”tutup Adv. Marwan.
Laporan: Sukardi Muhtar















