
Pelanggaran PT ST Nickel Resources Makin Terang, Tim Terpadu Sultra Dinilai Tak Bertaji
SUARASULTRA.COM | KONAWE – Dugaan pelanggaran dalam aktivitas operasional PT ST Nickel Resources, khususnya pada kegiatan hauling (pengangkutan ore nikel) menuju jetty milik PT TAS, kian terang benderang. Namun, Tim Terpadu Penertiban dan Penegakan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berada di bawah komando Dinas Perhubungan Provinsi, terkesan tak berdaya.
Pelanggaran yang tampak kasat mata itu terus terjadi tanpa adanya tindakan tegas. Bahkan, perusahaan tambang nikel tersebut diduga mengabaikan Surat Peringatan Resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang ditandatangani langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi, Asrun Lio.
Surat peringatan bernomor 500-11-1/3582 tertanggal 8 Mei 2025 itu diterbitkan atas rekomendasi Tim Terpadu, sebagai tindak lanjut dari surat Kementerian PUPR Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sultra Nomor: PW 0201-Bb21/612 tanggal 5 Mei 2025.
Dalam surat tersebut, PT ST Nickel Resources dinyatakan telah melanggar tiga dari empat belas poin ketentuan dalam Izin Dispensasi Penggunaan Jalan Nasional dengan ketentuan khusus. Pelanggaran itu utamanya terkait tata cara serta batasan aktivitas pengangkutan material ore nikel yang seharusnya berada di bawah pengawasan ketat.
Tujuh Pelanggaran Kasat Mata Terus Berlanjut
Berdasarkan hasil investigasi tim media ini ditemukan sedikitnya tujuh pelanggaran berat yang hingga kini belum tersentuh tindakan hukum oleh Tim Terpadu.
Ketujuh pelanggaran tersebut antara lain:
Dugaan kelebihan muatan (overload), truk pengangkut membawa 12–17 ton ore per ritase, melebihi batas maksimal 8 ton yang ditetapkan Tim Terpadu.
Dugaan kelebihan jumlah armada (over dimension), perusahaan mengoperasikan 80–130 unit truk per malam, padahal izin hanya membolehkan 50 unit.
Penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan operasional hauling. Pihak perusahaan tidak menyediakan tangki penampung BBM Industri sehingga Armada digunakan semuanya menggunakan BBM subsidi.
Pihak ketiga yang melakukan hauling diduga tidak memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Pengangkutan ore nikel tanpa melalui jembatan timbang, berpotensi merusak jalan dan membahayakan pengguna lalu lintas.
Kendaraan tanpa identitas perusahaan, melanggar ketentuan identifikasi armada angkutan.
Tidak adanya fasilitas pencuci roda kendaraan, yang menyebabkan jalan licin dan kotor serta meningkatkan risiko kecelakaan.
Selain 7 pelanggaran tersebut, Hauling PT ST Nickel Resources juga diketahui telah melakukan pelanggaran penggunaan jalur angkutan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kendaraan pemuat ore setiap malam hauling banyak yang melanggar jalur rute yang telah ditetapkan oleh tim terpadu sesuai izin dispensasi yaitu melintasi jalan Puwatu, Mandonga, dan melintasi jembatan teluk Kendari.
Padahal berdasarkan izin dispensasi tim terpadu, kendaraan pemuatan ore nikel seharunya melalui jalur Abeli Dalam dan tembus di Ranomeeto, bukan lewat jembatan Teluk Kendari.
Surat Peringatan Diabaikan, Aktivitas Justru Meningkat
Alih-alih menghentikan operasi pasca keluarnya surat peringatan, hasil penelusuran lapangan justru menunjukkan aktivitas hauling PT ST Nickel Resources semakin masif.
Sumber internal terpercaya yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, perusahaan kini mengoperasikan lebih dari 100 unit dump truk per hari, jauh melampaui batas maksimal 50 unit.
“Sejak keluar surat peringatan, ST Nikel tetap jalan. Tidak pernah berhenti. Sudah empat kapal yang keluar setelah itu,” ungkap sumber tersebut.
Truk-truk itu juga diduga mengangkut ore dengan beban melebihi 8 ton hingga mencapai 14 ton, tergantung jenis kendaraan.
“Kalau ikut aturan 8 ton, kami yang punya mobil rugi. Tidak dapat apa-apa,” kata salah satu sopir saat ditemui tim media pada Minggu baru-baru ini.
Minim Kontribusi ke Daerah
Selain diduga melanggar ketentuan teknis, PT ST Nickel Resources juga dinilai tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Plt Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Konawe, Febri Malaka, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah menerima laporan atau koordinasi dari perusahaan tersebut terkait penggunaan jalan kabupaten.
“Selama saya menjabat sebagai Plt Kadis, tidak pernah ada koordinasi dari pihak perusahaan mengenai aktivitas mereka di Kecamatan Amonggedo,” ujarnya kepada wartawan di ruang kerjanya, baru – baru ini
Kondisi tersebut dinilai menjadi salah satu penyebab kebocoran PAD karena aktivitas perusahaan menggunakan fasilitas publik tanpa izin dan tanpa kontribusi resmi ke kas daerah.
Tindakan Tegas Diharapkan
Berbagai temuan tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai kinerja dan keberanian Tim Terpadu serta instansi terkait seperti Dinas Perhubungan Provinsi, Dirlantas Polda Sultra, BPJN Kendari, dan Dinas SDA & Bina Marga Provinsi Sultra.
Publik kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Provinsi Sultra dalam menegakkan aturan serta memastikan keadilan bagi masyarakat yang selama ini menanggung dampak kerusakan infrastruktur dan risiko keselamatan akibat aktivitas tambang yang diduga tidak sesuai ketentuan hukum tersebut.
Laporan: Sukardi Muhtar