Perkuat Penegakan Hukum, Ditjen Gakkum dan Jampidum Bentuk Satgas Percepatan Penanganan Kasus Kehutanan

  • Share
Keterangan Foto: Dirjen Gakkum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho bersama Jampidum Asep N. Mulyana saat menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana di Sektor Kehutanan.

Make Image responsive

Perkuat Penegakan Hukum, Ditjen Gakkum dan Jampidum Bentuk Satgas Percepatan Penanganan Kasus Kehutanan

SUARASULTRA.COM | JAKARTA – Upaya pemberantasan kejahatan di sektor kehutanan kini memasuki babak baru. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkum Kehutanan) bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana di Sektor Kehutanan.

Penandatanganan PKS yang dilakukan oleh Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dan Jampidum, Asep N. Mulyana, menjadi momentum penting dalam memperkuat koordinasi penegakan hukum kehutanan, mulai dari hulu hingga hilir.

Dalam kerja sama tersebut, kedua lembaga sepakat membentuk Satuan Tugas Percepatan Penanganan Perkara Pidana Sektor Kehutanan (Satgas P4SK), yang akan beroperasi di tingkat pusat maupun daerah. Satgas ini berperan mempercepat proses penanganan kasus-kasus kejahatan kehutanan yang bersifat terorganisir, lintas wilayah, serta berdampak besar terhadap kerusakan hutan dan kerugian negara.

“Melalui kerangka ini, kami memastikan proses hukum berjalan lebih terstruktur — mulai dari pengiriman SPDP tepat waktu, gelar perkara bersama, pendampingan teknis, hingga dukungan pelaksanaan putusan,” jelas Dwi Januanto Nugroho.

Ia menegaskan, penegakan hukum kehutanan ke depan tidak hanya menyasar pelaku di lapangan, tetapi juga akan menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil kejahatan kehutanan.

“Kami tidak bekerja sendiri. Kolaborasi dengan Kejaksaan menjadi langkah strategis memperkuat efek jera bagi para pelaku,” ujarnya.

Sementara itu, Asep N. Mulyana menekankan pentingnya sinergi antara penyidik dan jaksa sejak tahap awal penyidikan agar penanganan perkara lebih efisien dan tuntas.

“Dengan adanya PKS ini, tidak boleh ada lagi berkas perkara yang bolak-balik atau P-19 berulang. Penyidik dan jaksa harus bekerja bersama sejak di lapangan agar perkara cepat selesai,” tegas Asep.

Baca Juga:  Nelayan Baubau Ditemukan Meninggal Dunia Setelah Jatuh Saat Memancing di Perairan Buton

Satgas P4SK dirancang sebagai lembaga permanen lintas-unit dengan jadwal pertemuan rutin minimal dua kali dalam setahun. Tujuannya adalah memastikan setiap pelanggaran kehutanan — terutama yang dilakukan oleh korporasi — dapat ditindak secara cepat, tegas, dan transparan.

Langkah strategis ini juga sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya telah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Satgas tersebut diketuai oleh Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah sebagai ketua pelaksana.

Satgas PKH telah menindak sejumlah perusahaan tambang nikel yang diduga menggarap kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Beberapa perusahaan bahkan telah dipasangi plang pelanggaran, di antaranya:

PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) – 172,83 Ha, Kabaena, Kabupaten Bombana.

PT Toshida Indonesia (TI) – 49,91 Ha, Pomala, Kabupaten Kolaka.

PT Suria Lintas Gemilang (SLG) – 75,59 Ha, Pomala, Kabupaten Kolaka.

CV Aneka Usaha Kolaka (Perusda Kolaka).

PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) – 126,69 Ha, Kabupaten Konawe Utara.

Selain itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) juga menemukan belasan perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara yang membuka kawasan hutan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), antara lain:

PT Agrabudi Baramulia Mandiri (ABM) – Hutan Lindung 28,17 Ha, Bombana.

PT Bumi Dua Mineral (BDM) – Hutan Produksi Terbatas 9,02 Ha, Kolaka Utara.

PT Intan Perdhana Puspa (IPP) – Hutan Lindung & Produksi total 30,73 Ha, Konawe.

PT Maesa Optimilah Mineral (MOM) – Hutan Lindung & Produksi 64,64 Ha, Konawe Utara.

PT Riota Jaya Lestari (RJL) – HPK dan HPT 56,30 Ha, Kolaka Utara.

PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ) – Membuka lima titik kawasan hutan lindung dengan luas puluhan hektar.

Baca Juga:  Rapat Paripurna: DPRD Konawe Terima Dua Raperda Inisiatif Eksekutif

Temuan-temuan tersebut semakin menegaskan pentingnya pembentukan Satgas khusus penegakan hukum kehutanan agar setiap pelanggaran dapat ditindak secara terpadu, terukur, dan memberikan efek jera nyata bagi para pelaku dan korporasi.

Penulis: Redaksi

banner 120x600
  • Share
error: Content is protected !!