

Tambang dan PSN Masif: AMPPK Peringatkan Ancaman Bencana Ekologis di Kolaka
SUARASULTRA.COM | KOLAKA – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Kolaka (AMPPK) melayangkan peringatan keras atas masifnya aktivitas pertambangan lokal dan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kabupaten Kolaka.
Dua aktivitas ini dinilai semakin mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup. AMPPK menilai, tanpa pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas, Kolaka berpotensi menghadapi bencana ekologis besar di masa mendatang.
Perwakilan AMPPK, Ikram Jalal Nur, S.H, mengungkapkan bahwa ekspansi pertambangan dalam beberapa tahun terakhir telah memperlihatkan dampak nyata terhadap kerusakan lingkungan. Pembukaan lahan tambang di kawasan perbukitan dan hulu sungai menyebabkan hilangnya tutupan hutan yang selama ini menjadi penyangga ekosistem.
Kondisi tersebut meningkatkan kerentanan wilayah terhadap longsor, banjir bandang, hingga erosi yang mengancam kestabilan tanah.
Tidak hanya daratan yang terdampak, sistem perairan juga berada dalam ancaman serius. Aktivitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik memicu sedimentasi di sejumlah sungai yang melintasi permukiman dan lahan pertanian masyarakat.
Pendangkalan ini, menurut Ikram, dalam jangka panjang dapat memperbesar risiko banjir terutama saat intensitas curah hujan meningkat.
AMPPK turut menyoroti lemahnya pengawasan terhadap kewajiban reklamasi dan pascatambang. Banyak area bekas tambang dibiarkan terbuka tanpa pemulihan lingkungan, sehingga menjadi sumber kerusakan baru.
Lubang-lubang tambang yang tidak direklamasi berpotensi menimbulkan kecelakaan, merusak struktur tanah, dan menciptakan titik rawan bencana ekologis.
Lebih jauh, Ikram menegaskan bahwa pelaksanaan PSN di Kabupaten Kolaka turut memperparah tekanan terhadap lingkungan.
Pembangunan infrastruktur dan kawasan industri skala besar yang tidak disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan dinilai dapat mengacaukan tata ruang.
Ia mengingatkan bahwa kondisi tersebut berpotensi mengorbankan kawasan lindung, lahan pertanian produktif, hingga permukiman warga demi kepentingan investasi.
“Bencana ekologis bukan peristiwa alam semata, melainkan akibat kebijakan yang abai terhadap lingkungan. Ketika izin pertambangan dan PSN terus dikeluarkan tanpa kajian transparan dan partisipatif, maka sesungguhnya kita sedang menanam benih bencana di Kolaka,” tegas Ikram dalam pernyataan resminya, 9 Desember 2025.
AMPPK menilai bahwa akumulasi kerusakan akibat pertambangan dan PSN tidak hanya memicu potensi banjir dan longsor, tetapi juga berpotensi menimbulkan krisis sosial dan ekonomi.
Rusaknya lahan pertanian, menurunnya kualitas lingkungan, serta hilangnya sumber penghidupan masyarakat dapat memperbesar ketimpangan sosial dan memicu konflik horizontal.
Atas kondisi tersebut, AMPPK mendesak Pemerintah Kabupaten Kolaka, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan instansi terkait untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin pertambangan dan pelaksanaan PSN.
Evaluasi harus mencakup kepatuhan terhadap AMDAL, kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta pemenuhan kewajiban reklamasi dan pascatambang.
AMPPK juga meminta penegakan hukum lingkungan dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar aturan. Transparansi perizinan dan pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan dinilai penting untuk memastikan pembangunan berjalan adil dan berkelanjutan.
Ikram menegaskan, pembangunan yang mengorbankan lingkungan bukanlah kemajuan, melainkan bentuk kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan alamnya.
Menurutnya, Kolaka membutuhkan arah pembangunan yang berpihak pada keselamatan ekologi, keberlanjutan sumber daya alam, dan kesejahteraan masyarakat jangka panjang.
“Jika kerusakan lingkungan terus dibiarkan, maka bencana di Kolaka bukan lagi kemungkinan, melainkan kepastian yang tinggal menunggu waktu. Negara tidak boleh hadir setelah bencana, tetapi wajib mencegahnya sejak sekarang,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi

















