J-PIP Geruduk Kemenhut, RKAB dan IUP PD. AUK Berpotensi Dibekukan

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | JAKARTAPuluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (J-PIP) menggelar aksi demonstrasi dan melaporkan secara resmi PD. Aneka Usaha Kolaka (PD. AUK) di Kementerian Kehutanan pada Rabu, 5 Februari 2025.

Dalam aksi tersebut, massa mendesak Kementerian Kehutanan melalui Direktur Pengawasan, Pengenaan Sanksi Administratif, dan Keperdataan Kehutanan untuk segera mengeluarkan Surat Rekomendasi Pembekuan RKAB serta Surat Rekomendasi Pencabutan IUP PD. AUK.

Mereka juga menuntut Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan untuk segera membentuk Tim Khusus guna menghentikan seluruh aktivitas penambangan dan pengangkutan ore nikel di wilayah konsesi PD. AUK.

“Merujuk pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK: 631/MENLHK/SETJEN /GKM.0/6/2023, tentang Pengenaan Sanksi Administratif, di mana PD. Aneka Usaha Kolaka Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, wajib membayar denda administratif PNBP PPKH senilai Rp. 19.665.529.538,” ujar Presidium J-PIP, Habrianto, dalam orasinya.

Lebih lanjut, Habrianto menjelaskan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh Armansyah, S.E. ini dinilai mengabaikan Surat Keputusan tersebut. Sebab, dalam SK Menteri disebutkan bahwa sanksi administratif penghentian sementara berlaku hingga pembayaran denda dilakukan dan Keputusan Pencabutan Sanksi Administratif diterbitkan.

Tindakan PD. AUK dianggap melanggar Pasal 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 mengenai tata cara pengenaan sanksi administrasi serta tata cara penerimaan negara bukan pajak dari denda administrasi di bidang kehutanan, termasuk penghentian sementara kegiatan berusaha, pembayaran denda administratif, pencabutan perizinan berusaha, dan paksaan pemerintah.

“Ini adalah tamparan keras bagi Kemenhut jika tidak dapat menyelesaikan sederet dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PD. AUK. Mereka telah mengobok-obok kawasan hutan tanpa izin dan mengabaikan keputusan Menteri, peraturan pemerintah, serta perundang-undangan yang berlaku,” tegas Habrianto.

Alih-alih membayar denda administratif dan menghentikan aktivitas sementara, PD. AUK diduga semakin berani melakukan penambangan ilegal di kawasan HPK dan melakukan penjualan meskipun belum mengantongi RKAB.

Lebih parahnya, meskipun belum membayar denda administratif, PD. AUK kembali mengajukan permohonan RKAB untuk tahun 2023 dan 2024 hingga tahun 2026 kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.

“Hal ini jelas tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan harus segera mendapatkan perhatian serius. Kami mendesak Direktur Pengawasan, Pengenaan Sanksi Administratif dan Keperdataan Kehutanan untuk segera mengeluarkan rekomendasi pembekuan RKAB kepada Ditjen Minerba dan rekomendasi pencabutan IUP kepada Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM,” tambahnya.

Temuan J-PIP di lapangan juga menunjukkan adanya aktivitas penambangan ilegal yang diduga dilakukan oleh mitra/kontraktor mining PD. AUK di kawasan HPK. Hal ini diperkuat dengan bukti dokumentasi serta video yang diambil pada 28 Januari 2025, yang menunjukkan beberapa alat berat jenis excavator sedang melakukan produksi di wilayah tersebut.

“Iya, berdasarkan temuan tim kami, mereka masih menambang di HPK. Beberapa hari yang lalu, alat-alat berat itu ditarik turun karena bocor, tetapi dalam beberapa minggu ke depan, akan ada pengeluaran cargo besar-besaran dari wilayah HPK, tinggal menunggu kode dari atas,” jelas Habrianto.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan untuk segera membentuk Tim Khusus guna melakukan inspeksi di wilayah konsesi PD. AUK dan menghentikan seluruh aktivitas penambangan serta pengangkutan ore nikel di sana.

“Jika hal ini terus dibiarkan, kerugian negara yang ditimbulkan akan sangat besar. Kami akan terus mendesak Ditjen Gakkum Kehutanan agar segera membentuk Tim Khusus dan turun ke lokasi untuk menghentikan seluruh aktivitas penambangan dan pengangkutan ore nikel di wilayah konsesi PD. AUK,” tegasnya.

Secara kelembagaan, J-PIP juga mendesak Ditjen Gakkum Kehutanan untuk segera memproses Direktur Utama PD. AUK yang dinilai tidak mengindahkan Keputusan Menteri, Peraturan Pemerintah, dan Undang-Undang Cipta Kerja.

“Ditjen Gakkum harus segera memberikan sanksi tegas kepada Direktur Utama PD. AUK, yang kami duga sebagai aktor intelektual dalam penambangan ilegal di kawasan HPK PD. AUK,” imbuh Habrianto.

Marianto dan Hermadi, perwakilan dari Ditjen Gakkum Kehutanan, yang menerima perwakilan massa aksi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Gakkum Kehutanan terkait tuntutan dan laporan yang disampaikan oleh J-PIP.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan pimpinan agar laporan dan tuntutan dari teman-teman segera ditindaklanjuti,” ujar Marianto dan Hermadi.

Habrianto juga menyoroti keanehan dalam penanganan kasus ini, yang telah berlangsung sejak 2023 dan telah memasuki tahap penyidikan. Beberapa pihak terkait, termasuk perusahaan kontraktor, Direktur Utama PD. AUK, dan pengamanan PD. AUK, telah dimintai klarifikasi oleh penyidik.

“Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik. Ada apa sebenarnya dengan lembaga penegakan hukum kehutanan ini?” ungkap Habrianto dengan nada heran.

Habrianto juga menyayangkan sikap Biro Hukum Kehutanan yang dinilai tertutup dan enggan menemui massa aksi serta tidak menanggapi permohonan audiensi J-PIP beberapa waktu lalu untuk membahas perkembangan kasus dan mekanisme penerbitan kode billing denda administratif PNBP PPKH PD. AUK.

“Atas dasar itu, kami mendesak Inspektorat Jenderal (Itjen) Kehutanan untuk segera memeriksa Kepala Biro Hukum Kehutanan yang dinilai tidak transparan dalam penanganan kasus pengenaan sanksi administratif terhadap PD. AUK,” kata Habrianto.

Menurut Habrianto, penanganan kasus ini harus dilakukan secara transparan. Namun, mereka menilai bahwa Biro Hukum Kehutanan terkesan tertutup dan tidak serius menangani masalah ini, sementara kerugian negara sudah sangat besar.

“Beberapa waktu lalu, kami telah mengajukan surat permohonan audiensi, namun hingga kini belum ada tanggapan atau kepastian. Kami mendesak Itjen Kehutanan untuk segera memeriksa Kepala Biro Hukum dan jajarannya,” tambahnya.

Ketua Bidang Humas Rampas 08 Sultra juga mencurigai bahwa kelancaran kegiatan penambangan PD. AUK diduga akibat adanya kontribusi dari pihak-pihak terkait, termasuk dugaan pembiaran hingga keterlibatan dalam membackup kegiatan ilegal di wilayah PD. AUK. Oleh karena itu, mereka mendesak Menteri Kehutanan untuk mengevaluasi dan mencopot Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, serta Komandan Pos Gakkum Kendari.

“Menteri Kehutanan harus segera mengevaluasi dan mencopot Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, serta Komandan Pos Gakkum Kendari, terkait dugaan pembiaran dan keterlibatan dalam membackup kegiatan ilegal di wilayah PD. AUK,” tutupnya.

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share