
Hampir Dua Tahun PT Daka Group Abaikan Izin Konservasi
SUARASULTRA.COM | KONUT – Polemik aktivitas pertambangan PT Daka Grup di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, kembali mencuat. Setelah menuai kontroversi atas rencana relokasi SDN 3 Lasolo Kepulauan (Laskep) di Desa Boedingi, kini perusahaan itu diduga mengabaikan kewajiban perizinan penting yang berkaitan dengan kawasan konservasi nasional.
PT Daka Grup disinyalir telah hampir dua tahun melintasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Labengki tanpa mengantongi Izin Lintas Kawasan Konservasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan lingkungan hidup. TWAL Labengki merupakan kawasan konservasi laut yang vital bagi keberlanjutan ekosistem perairan dan perlindungan biodiversitas di wilayah tersebut.
Aktivitas perusahaan di Blok Morombo dan Blok Boenaga-Boedingi, yang secara geografis bersinggungan langsung dengan TWAL Labengki, mewajibkan setiap entitas usaha untuk mematuhi regulasi ketat dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara, di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Izin lintas tersebut bukan sekadar dokumen administratif. Di dalamnya terdapat serangkaian kewajiban perusahaan, mulai dari pemberdayaan masyarakat lokal, pembersihan pantai di area konservasi, transplantasi terumbu karang, hingga pelibatan aktif dalam pengawasan lingkungan bersama BKSDA.
Kepala BKSDA Sultra, Sukrianto Djawie, mengungkapkan bahwa sebanyak 28 perusahaan telah diinventarisasi melakukan pelintasan di kawasan TWAL Labengki. Namun, baru separuhnya yang memenuhi kewajiban administratif tersebut.
“Yang melakukan pelintasan itu ada 28 perusahaan, kami sudah surati semuanya. Tapi baru 14 perusahaan yang patuh. Sisanya tidak memberikan respons sama sekali,” ujar Sukrianto saat dihubungi via telepon, Kamis (17/7/2025).
Saat ditanya secara khusus mengenai PT Daka Grup, Sukrianto menyatakan bahwa perusahaan tersebut telah dua tahun tidak memberikan laporan maupun konfirmasi kepada pihak BKSDA.
“PT Daka ini tidak ada konfirmasinya. Sudah dua tahun tidak memberikan kabar. Kami coba hubungi, tetap tidak ada respons. Sekarang kami kembali melayangkan surat teguran,” tegasnya.
Menurut Sukrianto, izin lintas kawasan konservasi berlaku selama 10 tahun, namun wajib dievaluasi setiap lima tahun. Dalam kurun waktu tersebut, setiap perusahaan diwajibkan menyusun Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) yang memuat rencana aksi pelestarian dan pemberdayaan di sekitar kawasan konservasi.
“RKT harus mencakup berbagai kegiatan, seperti pemulihan ekosistem laut, pemberdayaan masyarakat pesisir, dan konservasi biota laut seperti terumbu karang. Ini bukan pilihan, tapi kewajiban,” paparnya.
Hingga berita ini ditayangkan, manajemen PT Daka Grup belum memberikan tanggapan.
Laporan: Sukardi Muhtar