SUARASULTRA.COM, KENDARI – Ketua Posko Perjuangan Rakyat Kota Kendari Bram Barakatino resmi mengundurkan diri sebagai ketua Pospera. Dalam jumpa persnya, dia membeberkan alasan pengundurannya. Salah satunya yakni sikap pemerintah yang cenderung apatis terhadap investasi yang sangat berpotensi mengacaukan stabilitas ekonomi serta kedaulatan bangsa adalah penting untuk dikawal dan disuarakan.
Beranjak dari itu maka dirinya keluar dari organisasi relawan Joko Widodo itu, karena idealisnye tidak ingin dikubur oleh status keorganisasian.
“Mungkin bagi sebagian orang khususnya kawan atau rekan seperjuangan dalam ormas nasional Pospera akan sedikit kecewa dengan keputusan saya, namun sikap saya bukan lahir dari desakan pihak manapun, kemunduran saya dilatarbelakangi beberapa faktor penting,” jelasnya. Kamis, (20/09).
Ketidakstabilan sistem saat ini lanjutnya, dalam mengatasi banyak persoalan khususnya ekonomi juga menjadi alasannya. Menurutnya sistem telah bertindak semi otoriter, di mana kebebasan berpendapat kaum intelektual dijemput dengan pembungkaman dan penindasan.
“Banyak yang terjadi seperti itu saat ini, salah satunya di Kota Kendari salah seorang aktivis copot giginya saat demo soal kebijakan Jokowi, karena dipukul oleh preman,” ujar pria satu anak itu.
Idealisme mahasiswa dan pemuda intelek saat ini sementara diuji. Kondisi rupiah yang kian hari kian memburuk tidak patut untuk didiamkan. Di sisi lain, Ia juga menyayangkan pemerintah membuka krang investasi asing yang cenderung berkiblat di negara penganut ideologi komunis itu (Cina) dan dalam investasinya turut menyertakan tenaga kerjanya.
“Membludaknya WNA mayoritas berasal dari Cina ini nggak baik kita diamkan. Sulit untuk mengatakan jika Indonesia kelak tidak akan bernasib sama dengan negeri jajahan Cina melalui investasi dan diskusi utang piutang seperti nasib Anggola saat ini,” paparnya.
Berdasarkan rilis Hipmi, representasi penguasa ekonomi Indonesia itu mayoritas orang Cina. Total mereka hanya mencapai 28 persen dari keseluruhan warga negara ini, namun jumlahnya baru 28 persen sudah menguasai 50 persen ekonomi bangsa Indonesia ini.
“Saya berfikir, jika kelak Cina jumlahnya mencapai 50 persen di indonesia, sulit untuk mengatakan ekonomi Indonesia serta kekayaan alam kita masih akan dikelola sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, investasi Asing di beberapa titik di pertambangan Sultra sama sekali tidak memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Logikanya, mereka bekerja di Sultra digaji dengan uang Cina, lalu kembali lagi di negaranya.
“Artinya, uang dari Cina kembali lagi ke Cina, lalu apa yang Indonesia dapatkan, ini tanda tanya besar buat kita semua. Jangankan beli sebiji roti, masyarakat sekitar tambang baju selembar pun mereka nggak belanja di Indonesia. Indonesia kehilangan sumber daya alam, namun tidak mendapatkan apa apa, kasian negara ini khususnya masyarakat Indonesia,” bebernya.
Selain itu, Ia mengungkapkan, kemunduran dirinya bukan untuk kepentingan politik Pemilihan Presiden, (Pilpres), namun semata mata adalah kepentingan politik bangsa lebih menyeluruh.
“Saya mundur bukan berarti mendukung kandidat lain, keputusan ini politik individu. Namun, bersuara dan menolak kebijakan yg tidak pro terhadap rakyat adalah satu satunya alasan kemunduran saya dari ormas ini. Sebab, saya merasa tak ada hal yang benar benar membuat saya yakin dengan kebaikan sistem saat ini,” tutupnya.
Laporan : Adam