SUARASULTRA.COM, KONUT – Kalah di tingkat pertama, PT Antam Tbk mengajukan permohonan banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari nomor: 25/G/2019 tanggal 2 Desember 2019.
Diketahui, perkara ini antara PT.Antam selaku penggugat dengan kepala Desa Tapunopaka Kecamatan Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) selaku tergugat mewakili pemilik lahan.
“Putusan itu tidak diterima dan masih ada upaya hukum. Kami sementara melakukan upaya hukum banding batas waktunya 14 hari,” ucap Bambang selaku legal standing hukum PT. Antam Pomalaa saat menerima aksi unjuk rasa, Rabu (11/12/2019).
Sebagai masyarakat biasa yang tidak mampu bayar pengacara handal, warga berbondong-bondong mempertahankan tanah leluhur milik mereka dengan cara berunjuk rasa.
Tekad yang kuat, warga kembali mendatangi lokasi penambangan PT. Antam blok Tapunopaka serta menggandeng para pemangku adat Kabupaten Konawe Utara, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, dan unsur pemilik lahan lainnya, dan di dampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KOMPAK.
“Leluhur kita sudah duluan mendiami daratan Lasolo Konawe. Oleh karena itu, kita sebagai anak cucu, perlu kita mempertahankan tanah leluhur kita. PT.Antam adalah perusahaan yang kita harapkan, tapi apa nyatanya sekarang ini, Antam tidak mengakui hak-hak rakyat Konawe Utara,” kata Elpis Mamengko mantan camat Lasolo dan sekaligus tokoh masyarakat Konut saat orasi di lokasi penambangan PT. Antam blok Tapunopaka.
Massa unras yang memulai aksinya dari Jetty milik PT. Antam berhasil menerobos pengawalan dari PT. Antam dan masuk menuju stok file di dekat kantor site Blok Tapunopaka.
Ratusan massa aksi tersebut melakukan ritual adat Mosehe Wonua, yakni meminta kepada leluhur adat Tolaki sesuai kepercayaan adat istiadat suku TOLAKI yang mendiami Sulawesi Tenggara, agar menunjukkan kebenaran yang sebenarnya.
Menurut massa aksi, niatan perusahaan plat merah itu sangat kuat untuk mengusir pemilik lahan, terlihat satu kali ditolak, kembali banding lagi.
“Pelaksanaan ritual ini kami memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar terhindar dari bencana. Proses Mosehe Wonua ini ditandai dengan kain kafan, yang memiliki simbol hati kami suci memperjuangkan hak rakyat,” ujar salah satu pemuka adat Kabupaten Konawe Utara.
Berdasarkan pantauan media ini, saat proses adat istiadat Mosehe Wonua dilangsungkan, ratusan massa aksi duduk bersilah menghormati proses adat.
Akhir prosesi adat Mosehe Wonua ditandai aksi penyegelan kain kafan sebagai kepercayaan masyarakat akan memberikan nilai-nilai suci dengan kebenaran yang nyata.
“Pemasangan kain kafan ini menandakan bahwa ketika nanti dari pihak Antam sengaja merusak daripada kain kafan yang dibentangkan, secara tidak langsung telah menginjak-injak budaya kami, khususnya suku Tolaki,” lanjut pemuka adat Tolaki yang tergabung dalam aksi tersebut.
Massa aksi tak berujung penyegelan kain kafan di jalur jalan hauling PT. Antam dan tongkang yang sudah berisi ore nikel. Aksi dilanjutkan dengan menduduki Jetty PT. Antam selama perusahaan tambang nikel tersebut belum memberikan keputusan untuk menyelesaiakan sengketa atas tanah milik masyarakat Konut.
Diketahui, aksi berlangsung saat PT. Antam sedang melakukan pemuatan ore nikel untuk di ekspor keluar negeri, dimana menurut pemilik lahan bahwa tanah ore nikel tersebut berasal dari lahan milik mereka. dengan tulisan di spanduk “Pemilik lahan mengutuk keras penyerobotan lahan, mengharamkan kegiatan ekspor PT. Antam.
Laporan: Aras Moita