



SUARASULTRA.COM | KONAWE – Pengadilan Negeri (PN) Unaaha Kabupaten Konawe, Sultra kembali menggelar sidang pemeriksaan saksi terhadap tujuh tersangka dalam perkara PT Naga Bara Perkasa (PT NBP), Selasa (14/7/2020).
Namun, sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Unaaha Febrian Ali, SH, MH selaku hakim ketua harus ditunda. Pasalnya, saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat dihadirkan.
Sidang pun akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan
“Sidang ditunda. Sidang akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan,” kata Hakim ketua, Febrian Ali.
Dari pantauan awak media ini, persidangan di Pengadilan Negeri Unaaha masih dilaksanakan secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan. Sidang secara Virtual ini berlaku bagi para terdakwa.
Kasi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Konawe Gideon Gultom, SH membenarkan sidang pemeriksaan saksi dalam perkara PT NBP ini ditunda.
“Hari ini agrnda sidang pemeriksaan saksi. Namun, saksi tidak dapat hadir karena terkenda bencana alam,” kata Gideon saat dikonfirmasi, Selasa 14 Juli 2020.
Menurut Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe ini, saksi bisa dilakukan upaya jempaut paksa apabila sudah tiga kali mangkir dari panggilan untuk menghadiri sidang tersebut.
“Itu dimungkinkan. Tetapi semua itu kembali ke petunjuk majelis seperti apa nantinya,” ucapnya.
Ia menambahkan, ketika saksi berhalangan datang karena faktor teknis. Maka keterangan para saksi yang sebelumnya telah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat dibacakan dalam persidangan.
“Lagi-lagi ini tergantung dari petunjuk dari majelis hakim. Karena dalam kondisi tertentu hal seperti itu dimungkinkan,” ujarnya.
Meski demikian, Gideon tetap optimis bahwa Jaksa Penuntup Umum (JPU) tetap profesiinal dalam penanganan perkara ini. Sehingga dirinya berharap, kondisi cuaca pada sidang berikutnya lebih bersahabat.
“Kami tetap mengupayakan agar saksi dapat hadir dalam persidangan. JPU tetap profesional dalam perkara ini,” pungkasnya.
Diketahui, dalam perkara ini, enam tersangka yakni operator alat berat Excavator didampingi oleh Kuasa Hukum, Nasrudin SH. Sementara Direktur PT NBP Tuta Hafisa belum diketahui siapa penasehat hukumnya.
Ketujuh orang terdakwa tersebut diduga melakukan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Blok Matarepe Konawe Utara tanpa dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
Ketujuh terdakwa tersebut yakni Direktur Utama PT NBP Tuta Nafisa. Sedangkan enam lainnya yakni Edi tuta (53), Ilham (20), Arinudin alias Pele (44), kemudian Muh Alfat (22), Rahman (21) dan Sultra (35). Keenam merupakan operator alat berat excavator di PT NBP.
Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Konawe Utara menangkap tujuh orang tersangka atas dugaan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Blok Matarepe Konawe Utara tanpa dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
Ketujuh orang yang berhasil ditangkap dan ditetapkan sebagaip tersangka yakni Tuta Nafisa selaku Direktur PT Naga Bara Perkasa (PT NBP) bersama enam orang operator alat berat (Excavator).
Di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Penyidik Kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa empat unit excavator dan 300 ton ore nikel / biji nikel yang telah diolah.
Atas perbuatannya, ketujuh tersangka tersebut dikenakan pasal 87 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) huruf a dan b dan uu RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 20 miliar.
Kemudian Pasal 158 Jo pasal 37 dan pasal 40 ayat (3) dan pasal 48 UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan pasal 56 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara dan dan denda paling banyak Rp 10 miliar
Laporan: Sukardi Muhtar





