


SUARASULTRA COM | KENDARI – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam keras tindakan Polresta Kendari yang melakukan intimidasi terhadap dua jurnalis dan memaksa mereka menjadi saksi dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh polisi, Aipda Amiruddin, terhadap seorang ibu rumah tangga.
Kedua jurnalis yang dimaksud adalah Samsul dari Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah dari Simpul Indonesia. Pada 3 Februari 2025, keduanya diintimidasi dan dipaksa oleh penyidik Propam Polresta Kendari untuk memberikan keterangan sebagai saksi terkait peliputan dan informasi yang mereka peroleh dari narasumber yang merupakan korban kekerasan seksual.
Samsul dan Nur Fahriansyah sempat menolak untuk memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), namun karena terus mendapatkan tekanan, mereka akhirnya menjalani pemeriksaan selama 5 jam. Intimidasi tersebut berujung pada pemaksaan agar keduanya memberikan informasi terkait proses liputan dan narasumber yang mereka wawancarai.
Pada 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah juga menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kasi Propam Polresta Kendari AKP Supratman dengan nomor Spg/06/II/Huk.12.10.1/2025/Sipropam, yang meminta mereka untuk menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jurnalis memiliki Hak Tolak yang melindungi mereka agar tidak diwajibkan mengungkapkan identitas atau informasi dari narasumber yang dirahasiakan. Pasal 1 butir 10 UU Pers mengatur bahwa hak ini diberikan untuk melindungi jurnalis dari pertanggungjawaban hukum atas karya jurnalistiknya. Pasal 4 ayat (4) menggarisbawahi bahwa hak tersebut hanya dapat dicabut oleh pengadilan dengan alasan untuk kepentingan umum atau keselamatan negara.
IJTI Sultra mengingatkan agar pihak penyidik dan aparat penegak hukum menghormati hak jurnalis ini, sehingga mereka dapat menjalankan tugas jurnalistik secara independen dan imparsial tanpa tekanan dari pihak manapun. Jika jurnalis dipaksa memberikan keterangan yang bisa merugikan narasumber, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap jurnalis dan mengganggu kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
Sebagai respons terhadap peristiwa ini, IJTI Sultra menyatakan sikap sebagai berikut:
Mengecam tindakan penyidik Propam Polresta Kendari yang mengintimidasi dan memeriksa Jurnalis Samsul (Tribunnews Sultra) dan Nur Fahriansyah (Simpul Indonesia).
Mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara untuk mencopot Kapolresta Kendari dan Kasi Propam Polresta Kendari atas dugaan pembiaran dan ketidakpahaman mereka terhadap kode etik jurnalistik serta UU Pers No. 40/1999.
Menuntut Kepolisian untuk mencabut surat panggilan pemeriksaan terhadap jurnalis sebagai saksi, karena karya jurnalistik itu sendiri merupakan bentuk kesaksian dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pertanggungjawaban hukum.
Mendesak Kapolresta Kendari untuk meminta maaf atas tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Kasi Propam dan dua penyidiknya terhadap kedua jurnalis tersebut.
Mengimbau seluruh jurnalis untuk tetap mematuhi kode etik jurnalistik dan UU Pers No. 40/1999 dalam setiap peliputan, serta memastikan agar kebebasan pers senantiasa dihormati.
Kronologi Kejadian:
Insiden ini bermula dari pemberitaan yang dilakukan oleh Samsul dan Nur Fahriansyah terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aipda Amiruddin terhadap istri seorang warga. Pada Kamis, 30 Januari 2025, kedua jurnalis tersebut mewawancarai korban dan suaminya. Sebelum berita diterbitkan, mereka juga berusaha melakukan konfirmasi kepada Propam Polda Sultra dan terduga pelaku, Aipda Amiruddin, namun nomor yang bersangkutan sudah tidak aktif.
Pada 3 Februari 2025, setelah berita diterbitkan, keduanya dihubungi oleh pihak Propam Polresta Kendari untuk menghadap. Mereka awalnya mengira panggilan tersebut adalah untuk memberikan hak jawab terkait pelanggaran kode etik profesi Polri, namun setibanya di Polresta Kendari, keduanya justru diintimidasi dan dipaksa memberikan keterangan terkait informasi yang mereka dapatkan dalam liputannya.
Keduanya sempat menolak memberikan keterangan karena telah menjelaskan bahwa wartawan tidak dapat dimintai keterangan tentang karya jurnalistiknya. Meskipun demikian, mereka akhirnya menjalani pemeriksaan yang berlangsung selama beberapa jam.
Pada 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah menerima surat panggilan dari Propam Polresta Kendari untuk menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Narahubung:
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin: 0853-9777-7950
Sekretaris IJTI Sultra, Mukhtaruddin: 0852-5593-7776
Kordiv Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar: 0853-9468-7368













