Makna Filosofis di Balik Logo HUT ke-65 Kabupaten Konawe

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KONAWEPemerintah Kabupaten Konawe kembali merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-65 yang jatuh pada tanggal 3 Maret 2025. Upacara perayaan tersebut akan dilaksanakan pada Rabu besok, 5 Maret 2025 di halaman kantor Bupati.

Sebagai bagian dari perayaan, pemerintah selalu meluncurkan logo khusus yang memiliki makna filosofis dalam setiap perayaan HUT Kabupaten Konawe. Pada HUT ke-65 kali ini, logo yang dipilih menggabungkan gambar Pade Ta’awu dan kepala burung Rangkong, sebagai simbol yang menggambarkan kekuatan dan makna filosofis mendalam, terkait dengan sejarah dan kebudayaan masyarakat Konawe.

Untuk menggali lebih dalam, awak media mengonfirmasi Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Kadis Porapar) Kabupaten Konawe, Jahiuddin,S.Sos, M.Si mengenai makna filosofis logo HUT ke-65 tersenut.

Jahiuddin menjelaskan bahwa gambar Pade Ta’awu digunakan untuk melambangkan angka 6, sedangkan kepala burung Rangkong (O’Hoa dalam bahasa Tolaki) melambangkan angka 5.

Namun, untuk pemahaman lebih lanjut mengenai filosofi logo tersebut, Jahiuddin menyarankan awak media untuk berkoordinasi dengan Wakil Bupati Konawe, H. Syamsul Ibrahim. Meski awak media telah mencoba mengkonfirmasi, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Wakil Bupati.

Menyimak penjelasan dari penggiat budaya, Basrin Melamba, Pade Ta’awu adalah pusaka masyarakat suku Tolaki di Mekongga dan Konawe. Pade Ta’awu atau Parang Ta’awu pada zaman dahulu digunakan oleh raja-raja atau Tamalaki (Panglima Perang) dalam peperangan.

Ada dua jenis Pade Ta’awu yang dikenal, yaitu Ta’awu Banggania, yang lebih lebar dan digunakan oleh ketua kelompok untuk berburu, dan Ta’awu Tawa Towu yang lebih kecil dan digunakan oleh prajurit karena lebih mudah diayunkan. Pade Ta’awu dikenal dengan bentuk dan cara pembuatan yang khas, berasal dari keturunan Mbusupo dari To Sanggona (Basrin Melamba).

Rangkong: Simbol Perdamaian dan Kesejahteraan

Sementara itu, burung Rangkong atau O’Hoa (dalam bahasa Tolaki) adalah salah satu burung dengan paruh besar yang memiliki karakteristik unik. Di Indonesia, termasuk Kalimantan, rangkong ditemukan dalam beberapa spesies, beberapa di antaranya bersifat endemik dan semakin langka. Burung ini memiliki banyak filosofi bagi masyarakat Dayak, seperti simbol perdamaian, persatuan, kemakmuran, dan kesetiaan.

Bagi masyarakat Dayak, rangkong dianggap sebagai burung keramat dan simbol pemimpin yang melindungi rakyatnya, dengan sayap tebal yang melambangkan perlindungan dan ekor panjang yang melambangkan kemakmuran.

Rangkong juga dianggap sebagai penghubung roh, mampu menembus dunia spiritual dan menjadi penuntun roh orang mati menuju tempat abadi. Burung ini dikenal monogami, dan jika salah satu pasangannya mati, pasangan yang ditinggalkan tidak akan mencari pasangan baru, melambangkan kesetiaan.

Di Kalimantan, burung rangkong sering dianggap sebagai simbol kesucian dan sering dipakai oleh masyarakat Dayak dalam ritual untuk berhubungan dengan leluhur. Burung rangkong yang dikenal dengan suara khas dan tampilan yang mencolok ini juga merupakan spesies yang dilindungi karena populasinya yang terus menurun.

Terkait dengan HUT ke-65 Kabupaten Konawe, meskipun tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa rangkong atau O’Hoa merupakan hewan endemik khusus Kabupaten Konawe, burung ini dapat ditemukan di beberapa daerah seperti Kecamatan Asinua, Latoma, serta beberapa wilayah di Kolaka Timur. Keberadaan rangkong di daerah-daerah ini, dengan alam yang masih terjaga, menunjukkan keberagaman hayati yang ada di Konawe.

Kesimpulannya, penggunaan Pade Ta’awu dan kepala burung rangkong dalam logo HUT ke-65 Kabupaten Konawe memiliki makna filosofis yang mendalam. Pade Ta’awu melambangkan kekuatan dan kekuasaan seorang pemimpin, sedangkan kepala burung rangkong menggambarkan kemakmuran, kejayaan, dan kesejahteraan.

Dua simbol ini mencerminkan asal-usul pemimpin Kabupaten Konawe, yaitu Yusran Akbar yang merupakan keturunan Anggaberi (Tutuwi Motaha) dan Syamsul Ibrahim yang berasal dari Latoma (Tambo i Tepuli ano Oleo).***

Editor: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share