


SUARASULTRA.COM | KENDARI – Kasus dugaan korupsi di sektor pertambangan Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, kembali memanas dengan penetapan tersangka baru oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara.
Kali ini, aparat penegak hukum (APH) menetapkan HH, yang diketahui merupakan Direktur Utama PT Putra Dermawan Pratama (PDP), sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan di wilayah tersebut.
Penetapan tersangka dan penahanan HH di Rumah Tahanan (Rutan) Jakarta ini sontak mengejutkan publik.
Sebelumnya, HH telah dua kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dugaan keterlibatannya dalam aktivitas pengangkutan ilegal ore nikel yang menggunakan dokumen milik PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN) melalui jetty atau dermaga yang dikuasainya.
Koalisi aktivis yang menamakan diri Kapitan Sultra (Koalisi Aktivis Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan Sulawesi Tenggara) memberikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) dan Kejati Sultra atas langkah progresif dalam membongkar praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang diduga kuat melingkupi bisnis pertambangan ilegal di Kolut.
Investigasi mendalam Kapitan Sultra mengungkap peran krusial HH dalam pusaran kasus ini. Sebagai Direktur Utama PT PDP, perusahaan yang memiliki fasilitas jetty, HH diduga kuat turut memfasilitasi peredaran ore nikel ilegal yang disinyalir berasal dari lahan bekas konsesi PT PDP.
Pada periode waktu yang diperkirakan, aktivitas penambangan dan produksi ore nikel secara ilegal memang disinyalir marak terjadi di wilayah bekas izin usaha pertambangan (IUP) PT PDP.
Menyikapi perkembangan signifikan ini, Kapitan Sultra mendesak sejumlah kementerian terkait untuk mengambil tindakan tegas.
Mereka menyerukan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Kementerian Lingkungan Hidup RI, serta Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk menghentikan sementara waktu operasional jetty milik PT PDP.
Langkah ini dianggap penting mengingat proses hukum yang sedang berjalan demi mewujudkan keadilan dan mencegah potensi penyalahgunaan lebih lanjut.
Lebih lanjut, berdasarkan investigasi lapangan yang dilakukan, Kapitan Sultra juga menyoroti dugaan pembangunan dua jetty baru di wilayah perairan konsesi PT PDP oleh oknum berinisial HEKH.
Pembangunan jetty ini diduga kuat telah menyebabkan kerusakan ekosistem biota laut, melakukan penimbunan laut yang mengubah garis pesisir pantai tanpa adanya kajian teknis yang memadai, serta disinyalir tidak mengantongi izin penetapan lokasi, izin pembangunan, izin pengoperasian, dan belum memiliki izin studi lingkungan (AMDAL).
Presidium Kapitan Sultra, Asrul Rahmani, secara tegas mendesak Kementerian ESDM RI dan Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Putra Dermawan Pratama, yang saat ini tercatat memiliki kuota sebesar 3.750.000 metrik ton berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1113 Tahun 2024-2026 dengan luas IUP mencapai 781 hektar.
Mereka juga menuntut agar persoalan lingkungan yang tertuang dalam feasibility study (FS), studi kelayakan, dan studi lingkungan milik PT PDP diverifikasi kebenarannya sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan.
“Kami sangat berharap, dengan terungkapnya kasus ini, praktik-praktik kotor yang mencoreng sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara dapat diberantas secara tuntas. Keadilan bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan harus ditegakkan sebagai prioritas utama,” pungkas Asrul dengan nada penuh harap, Sabtu 10 Mei 2025.
Laporan: Redaksi





