
Sengketa Lahan Tapak Kuda Kian Panas: Kopperson Ancam Eksekusi, Warga Resah Pemkot Diminta Turun Tangan
SUARASULTRA.COM | KENDARI – Konflik kepemilikan lahan seluas 25 hektare di kawasan Tapak Kuda, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, kembali memanas.
Koperasi Perikanan/Perempangan Soananto (Kopperson) mengklaim sebagai pemilik sah atas lahan tersebut berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 Tahun 1981, dan kini mengancam akan melakukan eksekusi terhadap bangunan-bangunan yang berdiri di atasnya.
Bangunan yang masuk dalam daftar rencana eksekusi antara lain permukiman warga, Rumah Sakit Aliyah, Hotel Zahra, Gudang Avian, hingga kantor PT Askon.
Kopperson juga telah mengajukan permohonan konstatering ke Pengadilan Negeri Kendari untuk mencocokkan batas-batas lahan yang diklaim, namun hingga kini proses hukum tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
Tak hanya itu, aksi unjuk rasa mulai digelar oleh pihak koperasi sebagai bentuk tekanan agar pengadilan dan instansi terkait segera menindaklanjuti tuntutan mereka.
Status Hukum Dipertanyakan, Warga Mulai Cemas
Situasi di lapangan kian memanas dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik horizontal.
Warga yang selama ini bermukim dan beraktivitas di atas lahan tersebut mengaku telah menempati area itu selama puluhan tahun tanpa gangguan, sementara di sisi lain, status hukum HGU yang diklaim Kopperson dilaporkan telah berakhir sejak 1999 dan belum diperpanjang secara resmi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sesuai ketentuan hukum agraria, apabila HGU tidak diperpanjang setelah masa berlakunya habis, maka tanah tersebut otomatis kembali menjadi milik negara.
Hal inilah yang membuat banyak pihak mempertanyakan dasar klaim hukum Kopperson.
Pengamat Hukum: Pemkot Kendari Harus Segera Bertindak
Menanggapi kondisi tersebut, Pengamat Hukum Tata Negara Sulawesi Tenggara, Dr. LM Bariun, SH, MH, menyayangkan sikap pasif Pemerintah Kota Kendari.
Menurutnya, Pemkot harus segera mengambil peran sebagai mediator untuk mencegah eskalasi konflik di masyarakat.
“Pemerintah Kota Kendari tidak boleh lepas tangan. Ini persoalan serius yang berpotensi menciptakan instabilitas sosial.
Pemkot harus menghadirkan forum mediasi melibatkan Kopperson, masyarakat, dan BPN untuk mencari solusi bersama,” tegas Bariun, yang juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), Rabu (15/10/2025).
Bariun menilai, jalan tengah bisa ditempuh melalui pemberian kompensasi kepada pihak yang dirugikan atau melanjutkan proses hukum secara terbuka dan transparan.
Yang terpenting, katanya, persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan berdampak langsung pada ketenangan warga.
“Kalau dibiarkan, masyarakat jadi korban. Mereka tidak tahu harus berpihak ke siapa, dan ini bisa menimbulkan konflik sosial yang lebih besar,” tandasnya.
Kasus Menahun yang Belum Tuntas
Sengketa Tapak Kuda bukan persoalan baru. Selama lebih dari dua dekade, status kepemilikan lahan terus diperdebatkan.
Berbagai dokumen hukum, surat keterangan, dan klaim pihak-pihak terkait masih saling bertentangan, sementara negara belum menunjukkan ketegasan dalam menentukan status akhir lahan tersebut.
Pengamat menilai, ketegasan pemerintah dan transparansi hukum menjadi kunci penyelesaian. Tanpa langkah konkret, konflik bisa meluas dan mengancam stabilitas sosial di Kota Kendari.
Editor: Redaksi