
Nama Ketua Golkar Sultra Herry Asiku Tercatat Jadi Komisaris di Empat Perusahaan Tambang, Pengamat Soroti Potensi Konflik Kepentingan
SUARASULTRA.COM | KENDARI – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sulawesi Tenggara (Sultra) yang juga Wakil Ketua DPRD Provinsi Sultra, H. Herry Asiku, SE, tercatat sebagai komisaris di empat perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Sulawesi Tenggara.
Data tersebut berdasarkan Mineral One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang memuat daftar kepengurusan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia.
Empat perusahaan yang tercatat memiliki nama Herry Asiku sebagai komisaris adalah:
PT Sinar Jaya Sultra Utama (SJSU) – perusahaan tambang nikel dengan IUP Operasi Produksi seluas 301 hektare di Kabupaten Konawe Utara.
PT Konut Jaya Mineral (KJM) – perusahaan tambang nikel dengan IUP seluas 732,2 hektare di Konawe Utara.
PT Putra Konawe Utama (PKU) – perusahaan tambang nikel dengan IUP seluas 4.845 hektare di wilayah yang sama.
PT Konaweeha Makmur (KM) – perusahaan tambang batu yang memiliki dua IUP aktif di Kabupaten Konawe.
Potensi Konflik Kepentingan di Lingkar Legislatif
Keterlibatan penyelenggara negara dalam struktur manajemen perusahaan swasta, khususnya di sektor pertambangan, memunculkan dugaan rangkap jabatan dan konflik kepentingan.
Sebagai pejabat publik sekaligus legislator, Herry Asiku memiliki fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, termasuk aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara.
Kondisi ini, menurut pengamat, dapat mengaburkan batas antara pengawas dan yang diawasi.
“Jika seorang anggota DPR juga menjabat sebagai komisaris perusahaan, maka konflik kepentingan menjadi keniscayaan. Siapa yang akan mengawasi siapa? Penegakan hukum bisa menjadi lemah,” ujar Dr. LM Bariun, SH, MH, Direktur Pascasarjana Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), saat dimintai tanggapan, Rabu (15/10/2025).
UU Larang Rangkap Jabatan untuk Cegah Konflik
Bariun menegaskan, aturan mengenai larangan pejabat publik terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sudah diatur jelas dalam berbagai regulasi, salah satunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah) serta kode etik penyelenggara negara.
“Larangan itu dibuat agar tidak ada konflik kepentingan. Tidak elok jika seorang pejabat publik, apalagi anggota DPR, juga duduk sebagai komisaris di perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam,” ujarnya.
“Apalagi jika perusahaan itu berada di wilayah yang menjadi ruang lingkup pengawasan atau kebijakan pejabat tersebut,” tambahnya.
Bariun juga menekankan pentingnya integritas moral pejabat publik dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
“Secara moral, pejabat publik harus mampu menghindari situasi yang bisa menimbulkan konflik kepentingan. Itu sudah termasuk dalam fakta integritas setiap pejabat,” tegasnya.
Belum Ada Klarifikasi dari Herry Asiku
Hingga berita ini diterbitkan, H. Herry Asiku belum memberikan tanggapan atas informasi rangkap jabatan tersebut.
Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan melalui pesan WhatsApp belum mendapat jawaban.
Laporan: Redaksi