SUARASULTRA.COM, UNAAHA – Dewan Pimpinan Cabang ( DPC ) Projo kembali menyoroti penggunaan dana desa ( DD ). Kali ini, Ormas Pro Jokowi ( Presiden Joko Widodo ) tersebut menyoroti pengadaan Website 72 desa di Sampara Raya dengan anggaran yang sangat fantastik, 31 juta perdesa.
Jika diakumulasi, total anggaran dana desa ( DD) yang digunakan untuk membiayai pengadaan Web di 72 desa tersebut mencapai Rp 2.232.000.000 ( dua miliar dua ratus tga puluh dua juta rupiah ).
Kepala Bidang ( Kabid ) Hukum dan Otonomi Daerah ( Otoda ) DPC Projo Konawe, Abiding Slamet SH mengatakan pengadaan Website desa di Kabupaten Konawe Selatan itu hanya menelan anggaran sebesar enam juta rupiah tetapi dapat berfungsi dengan baik dan sampai sekarang tidak ada masalah.
“Sekarang kita berbicara masalah azas manfaat, di Konawe Selatan tidak ada keluhan dan mereka bisa berjalan dengan baik tapi di Konawe kenapa harus seperti itu,” kata Abiding Slamet saat menggelar Jumpa Pers di Unaaha, Jumat malam ( 6/10/2017).
Menurut Abiding, banyak yang menjadi skala prioritas di desa yang mesti dikerjakan. Projo sudah konfirmasi dengan beberapa kepala desa, mereka tidak sangat membutuhkan Web itu saat sekarang ini. Dengan adanya pengadaan Web di 72 desa di Konawe ini, Projo menyebut ada aturan yang telah dilanggar.
“Sudah sangat melanggar, karena dalam perencanaan setiap desa itu sudah diatur. Dalam Permen desa itu sudah mengatur bahwa setiap kegiatan di desa sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah desa dan masyarakatnya,” kata Abiding Slamet menjelaskan.
Menurut Abiding Slamet, jika ingin mengerjakan sesuatu di desa, maka semuanya harus dibawa dalam musyawarah desa. Tapi faktanya ini bukan lagi hasil musyawarah desa, tapi ada intervensi.
“Kami Projo mengatakan itu intervensi dari pemerintah Kabupaten yang terlampau kepada pemerintah desa,”katanya.
Menurut Kabid Hukum dan Otoda Projo, semestinya dalam setiap kegiatan di desa itu harus ada tertuang dalam dokumen perencanaan desa seperti tertuang dalam RPJMDes dan RKPDes.
“Sekarang kita tinjau di dalam dokumen perencanaan desa, adakah pengadaan Web. Dan informasi yang kami dapatkan bahwa H -1 pencairan dana desa untuk tahap I baru muncul itu,”ujarnya.
Dikatakannya lagi, kalau terjadi seperti itu, padahal sudah disepakati sebelumnya dalam musyawarah desa tidak ada kegiatan itu dan telah ditetapkan melalui Perdes, maka secara otomatis desa harus melakukan APBDes perubahan dan aturannya perubahan itu hanya bisa dilakukan sekali setahun.
Lanjut Abiding, kalau desa membutuhakn Web kenapa tidak dibawa dari awal. Nanti saat sekarang baru dimasukan dan itu kenapa harus serentak.
“Berarti bersamaan dong musyawarah desanya di Konawe bahwa semua butuh Web, kan begitu. Ini yang menjadi kecurigaan kita ada permainanlah di tingkat Kabupaten, mengintervensi kegiatan perencanaan di desa,” ungkapnya.
Dengan fakta-fakta tersebut, Projo Konawe mensinyalir pengadaan Web di 72 desa di daerah Sampara Raya itu ada yang mengarahkan karena karena pelaksanaannya dilakukan secara serentak.
Terkait hal tersebut, Projo Konawe akan meminta penjelasan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah desa yang bersangkutan. Meski terindikasi sebagai tindak pidana, Abiding Slamet mengatakan pada intinya Projo selalu mengedepankan pembinaan yang berkaitan dengan penggunaan dana desa ( DD ).
“Kami dari Projo sifatnya itu pembinaan pak. Kita utamakan pencegahan. Kalau di desa itu sudah terlanjur terjadi maka perlu penjelasan dari pemerintah dan pemerintah desanya. Yang belum membayar jangan dilanjutkan, stop di situ karena bukan sesuatu yang prioritas,” tegas Abiding.
Laporan : Sukardi Muhtar