


SUARASULTRA.COM | KENDARI – Skandal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mengguncang sektor pertambangan nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Sultra), kian menguak praktik kotor PT Lawu Agung Mining (LAM).
Perusahaan ini kini menjadi pusat perhatian setelah tiga petingginya menerima ganjaran hukuman dari Pengadilan Tipikor Jakarta atas keterlibatan mereka dalam praktik haram tersebut.
Sang pemilik, Windu Aji Sutanto, divonis 8 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah, serta diwajibkan membayar uang pengganti yang fantastis, mencapai Rp 135,8 miliar lebih. Nasib serupa juga menimpa Direktur Ofan Sofyan dan Pelaksana Lapangan Glenn Ario Sudarto.
Tabir Manipulasi Terkuak di Sidang PT LAM
Dalam persidangan kasus tambang ilegal yang menyeret nama Glenn Windu, terungkap serangkaian modus operandi manipulatif yang dirancang untuk mengaburkan asal-usul nikel ilegal yang diperjualbelikan.
Glenn terbukti menggunakan dokumen palsu atas nama PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan PT Tristaco Mineral Makmur (TMM), seolah-olah nikel yang diperdagangkan berasal dari wilayah pertambangan yang legal.
Tak hanya itu, Glenn juga menginstruksikan seorang bernama “Tan Lie Pin” untuk membuka sejumlah rekening atas nama pihak lain dalam rentang waktu Desember 2021 hingga Januari 2022. Langkah ini jelas bertujuan untuk menyamarkan aliran dana haram dari hasil penjualan ore nikel ilegal tersebut.
Fakta yang lebih mencengangkan adalah keterlibatan dua office boy PT LAM, Supriono dan Opah Erlangga Pratama, yang tanpa sadar dijadikan “rekening penampung” untuk transaksi bernilai miliaran rupiah.
Dana sebesar Rp135,8 miliar yang seharusnya masuk ke rekening resmi perusahaan justru dialihkan Glenn ke rekening para pegawai rendahan tersebut.
Sejumlah besar dana itu kemudian dicairkan secara tunai, sementara sisanya dialirkan kembali ke rekening PT LAM.
Jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa dana haram ini digunakan Glenn untuk kepentingan pribadinya, termasuk untuk membeli barang-barang mewah.
Terungkap pula bahwa Glenn membeli tiga unit kendaraan mewah, yaitu Toyota Land Cruiser 70 V8, Mercedes-Benz Maybach GLS 600, dan Toyota Alphard. Selain itu, ia juga menerima transfer lebih dari Rp1,7 miliar ke rekening-rekening atas nama PT LAM yang diduga kuat juga dimanipulasi.
Komisaris Misterius dalam Bidikan!
Babak baru kasus ini terbuka dengan mencuatnya nama Tan Lie Pin alias Lily Salim, sosok misterius yang menduduki kursi Komisaris di PT LAM. Lily Salim kini menjadi target serius Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra.
Lily Salim diduga kuat memiliki keterkaitan erat dengan kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, yang ditaksir merugikan negara hingga mencapai Rp 5,7 triliun.
Kasus Mandiodo sendiri saat ini tengah bergulir dalam dua ranah hukum, yakni dugaan korupsi dan TPPU.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Sultra, Dody, menyatakan bahwa pihaknya telah menyelesaikan pemeriksaan dan telaah akhir terhadap Tan Lie Pin. Meskipun demikian, statusnya saat ini masih sebagai saksi.
Namun, Kejati Sultra menegaskan akan segera mengambil tindakan hukum lebih lanjut terhadap yang bersangkutan jika ditemukan bukti yang cukup.
Informasi yang dihimpun media ini juga mengungkap adanya jejak keterkaitan antara Tan Lie Pin alias Lily Salim dengan perusahaan besar lainnya, PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
Hingga berita ini ditayangkan, upaya konfirmasi kepada manajemen PT LAM terkait status hukum Tan Lie Pin masih terus diupayakan.
Kasus TPPU nikel Mandiodo ini jelas menyimpan potensi kejutan yang lebih besar dan membuka peluang menyeret nama-nama besar lainnya yang mungkin terlibat dalam praktik haram ini.***
Editor: Redaksi





