Warga Besulutu Geruduk Polda Sultra, Pertanyakan Nasib Kasus Tambang Ilegal di Hutan Lindung

  • Share

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Puluhan anggota Forum Masyarakat Besulutu menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Jumat 25 April 2025.

Aksi ini bertujuan untuk mempertanyakan kejelasan dan perkembangan penyelidikan dugaan aktivitas perambahan hutan dan eksplorasi tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan RI yang diduga dilakukan oleh PT. Muda Prima Insan (MPI) di Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe.

Yopi Wijaya Putra, S.H., selaku Jenderal Lapangan aksi, dengan lantang menyampaikan bahwa PT. MPI, yang memiliki wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kecamatan Besulutu, diduga kuat telah melakukan kegiatan eksplorasi di kawasan hutan tanpa mengantongi IPPKH dari Kementerian Kehutanan RI.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Forum Masyarakat Besulutu, aktivitas eksplorasi atau pengeboran yang dilakukan oleh PT. MPI bahkan telah memicu operasi tangkap tangan oleh anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Sampara pada tanggal 15 September 2024.

“Setelah penangkapan oleh Polsek Sampara, kasus ini langsung dilimpahkan dan ditangani proses penyelidikannya oleh Satuan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Tenggara,” ungkap Yopi di tengah aksi.

“Hal inilah yang menjadi dasar kami mempertanyakan tindak lanjut perkembangan kasus ini,” lanjutnya.

Namun, Yopi menyayangkan informasi yang mereka terima dari penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra yang menyatakan bahwa kasus tersebut telah dihentikan penyelidikannya (SP3) dengan alasan belum memenuhi unsur tindak pidana.

Menurut Yopi, keputusan tersebut sangat bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Ia merujuk pada Pasal 89 ayat (1) huruf A dan B jo. Pasal 17 ayat (1) huruf A dan B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam Pasal 37 angka 16 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga:  Kunjungan Kerja di Morosi, Gusli Berharap Keberadaan PT VDNI di Konawe Menjadi Masa Depan Indonesia

Pasal tersebut secara jelas melarang kegiatan pertambangan ilegal di kawasan hutan tanpa izin dan/atau membawa alat berat untuk kegiatan pertambangan tanpa izin, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Selain itu, Yopi juga menyoroti Pasal 50 ayat (2) huruf A jo. Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 36 angka 17 jo. Pasal 36 angka 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang melarang pengerjaan, penggunaan, dan/atau pendudukan kawasan hutan secara tidak sah, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp7,5 miliar.

Muhammad Jaliluddin Ibrahim, perwakilan masyarakat Besulutu lainnya, menambahkan bahwa penghentian penyelidikan kasus ini sangat mengecewakan masyarakat.

“Ini sangat menyayat hati kami. Selama ini, masyarakat yang melakukan aktivitas pertanian dan perkebunan di kawasan hutan justru dilarang dan diintimidasi dengan berbagai alasan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Berdasarkan kondisi tersebut, masyarakat Besulutu mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk tidak lagi melarang masyarakat melakukan aktivitas pertanian di wilayah kawasan hutan di Kecamatan Besulutu.

Lebih lanjut, mereka juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk tidak memperpanjang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. MPI yang akan berakhir pada bulan Agustus 2025. Masyarakat menilai PT. MPI gagal memberikan dampak positif selama berinvestasi di Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe.

Laporan: Redaksi

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share