Sultra di Ambang Krisis: Defisit Rp777 Miliar dan Tumpukan Utang Mendesak Ancam Pembangunan

  • Share
Kantor BPK RI Provinsi Sulawesi Tenggara

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive

Sultra di Ambang Krisis: Defisit Rp777 Miliar dan Tumpukan Utang Mendesak Ancam Pembangunan

SUARASULTRA.COM | KENDARI – Kondisi keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kini berada di ujung tanduk. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2024 mengungkap fakta yang sangat mengkhawatirkan, Pemprov Sultra terjerat defisit riil sebesar Rp777 miliar, ditambah beban utang jangka pendek Rp757 miliar yang jatuh tempo pada tahun 2025.

Situasi ini ibarat bom waktu yang siap meledak, mengancam kelangsungan pembangunan di Bumi Anoa.

Ketua Tim Pemeriksa BPK, Indra Putra, menjelaskan bahwa meskipun Pemprov mencatat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp72,9 miliar, angka ini hanyalah ilusi.

“Kas daerah seperti dompet yang kelihatan penuh, tapi isinya tak cukup untuk bayar tagihan,” ungkap Indra pada Kamis (26/6/2025), seperti dilansir dari MediaSultra.com.

Setelah dikurangi kewajiban jangka pendek dan sisa Dana Alokasi Khusus (DAK), defisit riil sebesar Rp777 miliar menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi.

Warisan Utang dan Aset Terbengkalai: Akar Krisis Fiskal Sultra

Krisis fiskal ini diperparah oleh dua masalah utama: warisan utang dari pemerintahan sebelumnya dan pengelolaan aset yang buruk. Utang jangka pendek sebesar Rp757 miliar terdiri dari utang kepada kontraktor, retensi proyek, serta cicilan pokok utang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp383 miliar.

Utang PEN, yang digunakan untuk proyek-proyek prestisius seperti Jalan Toronipa dan Rumah Sakit Jantung, kini menjadi duri dalam daging bagi keuangan daerah.

“Jika terlambat membayar, Kementerian Keuangan bisa memblokir dana daerah,” tegas Indra, menyoroti risiko serius yang mengintai.

Di sisi lain, pengelolaan aset daerah menjadi bencana tersendiri. Dari total 10 juta meter persegi tanah milik Pemprov, ironisnya hanya 267 ribu meter persegi yang bersertifikat.

Baca Juga:  Biayai Pilkada 2018, Pemda Konawe Setujui Gelontorkan Dana Rp 54,9 Miliar

“Ada 12 bidang lahan yang disengketakan atau dikuasai pihak lain. Ini bukti pengelolaan aset sangat lemah,” ungkap Pengendali Teknis BPK, Baroqah.

Lebih parah lagi, dana DAK untuk pendidikan terpaksa dialihkan untuk kebutuhan lain akibat tekanan kas, menambah daftar pelanggaran dalam pengelolaan keuangan daerah.

Jalan Keluar dari Jurang Fiskal: Rekomendasi BPK untuk Sultra

BPK tidak hanya mengungkap masalah, tetapi juga menawarkan empat rekomendasi kunci untuk menyelamatkan Sultra dari krisis ini:

* Mengerem belanja non-urgensi dalam APBD 2025.
* Menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara kreatif.
* Melakukan inventarisasi aset secara menyeluruh.
* Mengoptimalkan aset terbengkalai melalui skema sewa, kerja sama pemanfaatan (KSP), atau bangun-guna-serah (BGS).

“Aset yang menganggur sebaiknya dimanfaatkan untuk mendongkrak pendapatan, bukan dibiarkan jadi sengketa,” tegas Baroqah.

Kini, pemerintahan baru Sultra di bawah kepemimpinan Andi Sumangerukka dan Ir. Hugua berada di persimpangan krusial. Langkah strategis dan cepat sangat diperlukan untuk merestrukturisasi keuangan, melunasi utang warisan, dan menjaga roda pembangunan tetap berputar di Bumi Anoa.

Masa depan Sultra sangat bergantung pada respons dan kebijakan yang akan diambil dalam menghadapi krisis fiskal ini.

Editor: Sukardi Muhtar

Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
Make Image responsive
banner 120x600
  • Share