



SUARASULTRA.COM | KOLAKA UTARA – Kehadiran PT Citra Silika Mallawa (CSM) di Kolaka Utara (Kolut) Provinsi Sulawesi Tenggara menambah daftar panjang perusahaan tambang yang diduga melakukan kegiatan secara ilegal.
Pasalnya, PT CSM yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas 475 hektar sesuai dengan surat keputusan (SK) Bupati Kolut, nomor 540/62 Tahun 2011, pernah dicabut. Namun, PT CSM kembali aktif setelah melakukan gugatan di Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dan dinyatakan menang.
Ketua Pergerakan Pemuda Mahasiswa Kolaka Raya, Nur Alim mengungkapkan bahwa meskipun telah menang d itingkat PTUN atas status IUP yang pernah dibatalkan. Tetapi, PT CSM hanya boleh melakukan kegiatan Penambangan (Eksploitasi).
“Kalau misalnya dokumen IUP PT CSM telah aktif. Maka IUP tersebut baru sebatas melakukan kegiatan eksploitasi dan belum dibolehkan melakukan kegiatam pengangkutan ore dan pemasaran,” kata Alim melalui rilis, Kamis (23/4/2020).
Menurut Alim, meskipun telah dinyatakan berlaku aktif melalui Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Namun, PT CSM belum memiliki dokumen terminal khusus (Tersus) atau terminal untuk kepentingan sendiri (Tuks).
“Kami telah melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan Provensi. Bahwa untuk saat ini PT CSM belum mengantongi izin pengoprasian Tersus maupun Tuks,” ungkap Alim.
Sehingga Alim menduga, melenggannya kegiatan pengapalan PT CSM di Desa Sulaho Kecamatan Lasusua Blok Sua-sua ini, sebab sejumlah oknum pejabat diduga telah menerimah suap. Selain itu area yang dikelola PT CSM merupakan lokasi yang telah direklamasi.
“Yang kami soroti bukan hanya kegiatan PT CSM, tapi juga yang ada saat ini di Kecamatan Batu Putih. PT CSM selain tidak mengantongi izin Tersus, juga telah merusak tanaman reklamasi,” tutur Alim.
Alim menjelaskan kebijakan Syahbandar Kolaka dalam penerbitan surat persetujuan berlayar terhadap kapal-kapal yang mengangkut ore/biji nikel yang beroperasi di Kolut harus dipertanyakan. Sebab Kementrian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mengeluarkan surat edaran dengan nomor surat A1820/08/85/ksop.kdi.19 Perihal penerbitan terkait SPB Dan SPOG kepada tiap-tiap UPP termasuk pada UPP Kolaka.
Alim, menyebutkan dalam isi surat edaran tersebut menegaskan perihal sebagai berikut:
1. Atas arahan Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktur KPLP Tanggal 08 Nopember 2019. Kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Kendari selaku koordinator se-Sulawesi Tenggara.
2. Beberapa hal yang dimaksud untuk menjadi perhatian dan penekanan untuk diindahkan dan dilaksanakan secara tegas, tuntas dan tidak ada toleransi sebagai berikut:
a. Tidak menerbitkan dan memberikan surat perintah olah gerak kapal (SPOG) terhadap Kapal Pengangkut Ore Nikel baik lokal maupun ekspor yang melakukan kegiatan di terminal khusus / terminal untuk kepentingan sendiri (Tersus/Tuks) yang tidak memiliki izin pembangunan dan izin pengoperasian dan atau penetapan Pemenuhan komitmen atau tidak memiliki izin (ilegal).
Disebabkan banyak informasi dan data yang disampaikan kepada direktur jenderal perhubungan laut terkait masih banyaknya pemberian surat perintah olah gerak kapal(SPOG) yang dilakukan oleh syahbandar pada pelabuhan atau terminal khusus / Terminal untuk kepentingan sendiri (Tersus/Tuks) yang tidak memiliki izin pengoperasian.
b. Dalam hal proses penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB) Terhadap kapal-kapal pengangkut ore Nikel tujuan ekspor selain kelengkapan dokumen yang dikeluarkan oleh surveyor bea cukai dan lainnya. Syahbandar diwajibkan pula untuk memastikan bahwa ore Nikel yang di ekspor tersebut legal dengan memiliki kelengkapan persyaratan ore Nikel Ekspor tersebut (IUP, Kuota Ekspor, kartu kendali realisasi Ekspor) tidak memenuhi persyaratan maka pemberian surat persetujuan berlayar ( SPB) Ditunda sementara dan meminta kepada pihak pemilik barang untuk memenuhi persyaratan tersebut,jika sudah lengkap surat persetujuan berlayar ( SPB) dapat diterbitkan.
c. Tidak memberikan jasa kepelabuhanan bagi terminal khusus/terminal kepentingan sendiri (Tersus/Tuks) yang belum memiliki izin pembangunan dan izin pengoprasian dan atau penetapan pemenuhan komitmen pengoperasian. Serta intruksi Jendral Perhubungan Laut nomor A 312/AL.308/DJPL tentang penerbitan perizinan Tersus dan Tuks.
“Kalau ada dokumen olah gerak yang terbitkan oleh otoritas Syahabandar terhadap para penambang yang tidak memiliki Tersus atau Tuks. Maka wajarlah kalau publik menduga ada suap di tubuh syahabandar,” pungkas Alim.
Laporan: PPMKR/Redaksi





